Popular Is Nothing
Dua orang anak perempuan berjalan menyusuri ruangan-ruangan kelas hingga
sampai didepan ruang debat sastra, salah satu dari mereka melangkah dengan
yakin begitu pintu ruang tersebut terbuka, ia melangkah meninggalkan anak
perempuan lainnya yang yang tetap bergeming diambang pintu.
Rania : “Naya, kenapa masih berdiri di situ?” (Rania menolehkan
kepalanya)
Raya : “Apa kau yakin akan melakukan hal ini?
Rania : “Tentu saja, ini harus kita lakukan agar club Astronomi
bisa lebih populer dari pada club sastra yang konyol seperti ini.”
Raya : “Tapi menurutku, apa yang kita lakukan ini begitu picik,
kau tahu?”
Rania : “Sudahlah, jika kau tidak mau membantuku, lebih baik kau
pergi saja dari sini, aku tidak punya waktu lagi kerena sebentar lagi anggota
club sastra akan datang.”
Raya : “Ok, aku ikut.” (Raya melangkahkan kakinya menyusul Rania
yang telah berada di depan sebuah meja dengan buku-buku yang tertata rapi
diatasnya)
Rania : “kalau begitu ayo cepat” (Rania menjatuhkan semua buku
yang berada diatas meja dihadapannya)
Raya : “Kita tak perlu membakarnya kan?” (Raya ikut
mengacak-acak ruangan terssebut)
Rania : “Kurasa kita tak perlu membakarnya, ini semua sudah
cukup.”
Sementara Rania dan Raya mengacak-acak ruangan itu,
tanpa mereka sadari, Raisa dan Reyna telah memperhatikan mereka sedari tadi
dari celah pintu yang sedikit terbuka.
Raisa : “Dugaanmu benar, mengapa mereka bisa senekat itu? Apa kita
harus membiarkannya?”
Reyna : “Tentu saja tidak. Jika kita biarkan, barang-barang club
kita akan hancur.” (Raisa dan Reyna terus memperhatikan Rania dan Raya sembari
berbicara dengan volume yang kecil)
Raisa :
“Kalau begitu tunggu apa lagi,ayo kita masuk,”(Raisa melangkah masuk kedalam
ruangan, namun langkahnya ditahan oleh Reyna)
Reyna :
“Tunggu sebentar. Kita harus tahu mengapa mereka melakukan itu.”
Raisa :
“kita tanyakan saja pada mereka langsung.”
Raisa
melangkahkan kakinya dengan yakin memasuki ruangan tersebut, Raya yang pertama
kali melihat Raisa ada diruangan itu, langsung menghentikan kegiatannya dengan
ekspresi kaget yang sangat terlihat jelas.
Raya : “Bagaimana kau bisa ada disini?” (Raya mengatakan itu
dengan sedikit gugup)
Rania
tersentak mendengar perkataan Raya dan menoleh kearah Raya dan Raisa, bertepatan
dengan masuknya Reyna kedalam ruangan tersebut.
Reyna : “Seharusnya kami yang bertanya, apa yang kalian lakukan di
ruangan Kami?”
Rania
dan Raya sama-sama tidak mengeluarkan suara sama sekali, mereka tidak bisa
menjawab apa yang Reyna tanyakan pada mereka.
Raisa : “Oh, kalau begitu tak usah beritahu kami apa yang kalian
lakukan disini, langsung jelaskan saja semuanya diruang BK.”
Rania : “Tunggu dulu,
maaf.”
Reyna : “Maaf? Apa kau tidak
salah? Tapi jika dipikir-pikir, tentu
kami akan maafkan kalian jika kalian menjelaskan kenapa kalian melakukan ini.”
Raya : “kami akan jelaskan pada kalian.” (Mereka
berempat mengambil kursi-kursi yang telah dijatuhkan oleh Rania dan Raya, dan
duduk dengan tenang).
Rania : “Maafkan sikap kami yang picik ini, kami
lakukan hal ini karena kami ingin club kami kembali populer seperti sediakala,
anggota club kami banyak yang pindah ke
club ini, jadi kami pikir...... kami iri kepada kalian.”
Raisa : “Bukankah
masih banyak cara lain yang lebih baik seperti mempromosikan club kalian dengan
lebih giat.”
Raya : “Kami tidak pernah berfikir sampai
kesitu, mungkin otak kami tertutup dengan keserakahan kami, sekali lagi maafkan
kami.”
Reyna : “sudah ku katakan tadi, kami pasti akan
memaafkan kalian jika kalian mau berterus terang, bukankah kita adalah teman?”
Rania : “Kalian sungguh baik, aku jadi malu dengan
diriku”
Raisa : “Tidak seperti itu juga, kami pasti akan
membantu kalian untuk promosi, okey?”
Raya : “Sungguh?”
Raisa : “Ya, tentu saja”
Raya : “Terimakasih Kalau begitu, kami harus
membereskan semua ini.”
Reyna : “Mari lakukan bersama”
Semua : “ayo!”
Akhirnya
mereka membereskan ruangan itu bersama-sama sebagai teman. Akan tetapi,
tiba-tiba Raisa teringat akan sesuatu.
Raisa : “Sebentar” (semua
menoleh kearah Raisa yang sedang merogoh sapu tangan di dalam tasnya)
Raisa : “Apakah kalian
juga yang melakukan ini?” (Raisa menunjukkan sapu tangan yang berlumuran darah
dihadapan Raya, Rania, dan Reyna)
Rania : “Kami mengaku,
kami memang begitu picik. Tetapi kami tak mungkin sampai melakukan hal seperti
itu.”
Raya : “Ya, lagi pula
kami berdua takut dengan darah, jadi tak mungkin kami yang lakukan itu.”
Reyna : “Lalu siapa yang
melakukan ini semua?”
Semua : “Jangan-jangan.........”
Mereka
berlari meninggalkan ruangan yang belum selesai mereka rapikan, dan sapu tangan
berlumur darah itupun menjadi sebuah misteri yang harus mereka pecahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar